CoverMongondow – Raut wajah Olly Dondokambey, SE tampak cemberut. Guratan garis dahinya makin kentara. Sorot matanya tajam kala membaca headline salah satu surat kabar lokal, beberapa waktu lalu. Usut punya usut, ternyata headline koran tersebut mengangkat topik tentang kelapa sawit di Sulawesi Utara.
Gubernur Sulut ini jelas terpancing emosinya. Pasalnya, seakan-akan keberadaan kelapa sawit di Bumi Nyiur Melambai akhir-akhir ini atas prakarsa pemerintahan OD-SK. Seolah-olah juga benih kelapa sawit itu tumbuh dan berkembang di tanah Sulut ini, seijin dari pemerintahan saat ini.
Memang akhir-akhir ini, perkebunan Kelapa Sawit di Sulut menjadi isu hangat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Di media sosial, banyak warganet yang memposting tema kelapa sawit. Wajar jika kemudian topik itu menjadi viral.
Ada kekhawatiran kehadiran kelapa sawit akan membawa kerugian bagi petani di Sulut. Jelas ada ancaman bagi petani Kelapa. Komoditi andalan warga Sulut ini merupakan kompetitor kelapa sawit. Selain itu, tanaman yang sifatnya monokultur ini dalam banyak kasus, sangat mengganggu ekosistem lingkungan hidup. Termasuk juga, komoditi asing ini dinilai hanya akan menguntungkan perusahan. Tak heran jika reaksi penolakan dari warga mencuat ke permukaan.
Apa reaksi Gubernur Sulut Olly Dondokambey, SE? Dalam banyak kesempatan termasuk saat ditanya wartawan, OD-sapaan akrabnya menjawab jelas dan tegas. “Saya menolak kehadiran kelapa sawit di Sulawesi Utara”, tegasnya sembari menambahkan, sejak dilantik sebagai orang nomor 1 di Sulut ini, ia tak pernah mengeluarkan ijin beroperasi perusahan-perusahan kelapa sawit. “Dan selama saya masih gubernur, saya tidak akan mengeluarkan ijin,” tukasnya.
Lantas dari mana datangnya kelapa sawit di Sulut? Sejak kapan perusahan kelapa sawit beroperasi? Di lokasi mana saat ini pohon kelapa sawit tumbuh? Mari kita telusuri.
Dari data yang ada terungkap, ekspansi perusahan-perusahan kelapa sawit dimulai tahun 2009 silam. Wilayah yang dituju adalah Bumi Totabuan. Tercatat, 9 perusahaan kelapa sawit yang bersama-sama memburu tanah di daerah tersebut. Perusahan-perusahan itu yakni PT Anugerah Bolmong Indah, PT Anugerah Bolmong Indah, PT Bol Indah Utama, PT Bol Indah Perkasa, PT Global Internasional Indah, PT Inobonto Indah Perkasa, PT Karunia Kasih Indah, PT Sino Global Perkasa dan PT Tomini Indah Perkasa. Perusahan-perusahan itu berasosiasi dalam kelompok usaha IZZISEN Group.
Usaha untuk mendapatkan ijin dari pemerintah saat itu berhasil. Kewenangan untuk menerbitkan ijin berada di tangan pemerintah kabupaten. Itu pun bukan kepemimpinan saat ini tapi periode sebelumnya. Tercatat total lahan perkebunan yang akan dikelola seluas 79.150,30 hektar. Dari luas area itu, 20% mencakup kebun plasma dan 80% kebun inti. Dari total lahan itu, sedikitnya 609,91 Ha lahan Hak Guna Usaha (HGU) siap diolah. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bolmong Nomor : 31/2011 tentang Ijin Usaha Perkebunan PT. Anugerah Sulawesi Indah (ASI), perusahaan itu beroperasi di Desa Lolak, Lolak Tombolango, Padang Lalow dan Lolak II, kecamatan Lolak.
Sebelum kelapa sawit menjamur, warga masyarakat keburu menolak. Gelombang penolakan dari hari ke hari makin meluas. Kendati di beberapa areal, sudah mulai ditanami tapi perusahan secara resmi belum menanam. Bahkan penataan blok perkebunan untuk petani dan perusahan sudah ada.
Dari informasi yang beredar ternyata, ekspansi kelapa sawit mulai meluas ke Bolmut. Saat ini proses perijinan sudah pada tahap penyusunan perbaikan dokumen AMDAL. Sesuai Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) luasan untuk kelapa sawit mencapai 17.000 Hektare. Itu berarti, tinggal menunggu waktu di Bolmut juga bakal memiliki perkebunan kelapa sawit.
Tak hanya di Bolmut. Di Minsel juga sudah mulai dirambah. Perusahaan yang sementara beroperasi di Desa Popareng, Tatapaan sementara beroperasi. Konon, perusahaan yang masih misterius labelnya akan menjajal 103 Ha lahan belum mengantongi ijin operasional. Kendati mungkin masih pada tahap uji coba, tapi keberadaannya akan menjurus pada budidaya.
Berkali-kali OD menyatakan penolakan terhadap kehadiran perusahan kelapa sawit. “Saya tidak pernah terbitkan rekomendasi atau ijin untuk kelapa sawit”, tegasnya. Apalagi diakuinya, penerbitan ijin bukan kewenangan pemerintah provinsi melainkan ada di tingkat kabupaten dan kota. Kecuali budidaya iti berada di dua kabupaten atau kota bersamaan. Sebagai mana telah tercantum pada UU (Undang-Undang) nomor 39 Tahun 2014. Dalam aturan ini, penerbitan ijin adalah kewenangan bupati dan atau walikota. “Selama ini, sejak saya menjabat belum pernah mengeluarkan rekomendasi teknis terkait usaha budidaya sawit,” tambah Kadis Perkebunan Sulut, Ir. Refly Ngantung.
Tapi apa lacur? Ternyata ijin yang ada saat ini dikeluarkan oleh top eksekutif di kabupaten periode sebelumnya, seperti di Bolmong. Apakah penolakan Gubernur Sulut secara otomatis membatalkan ijin yang telah terbit? “Kalau pak gubernur mengambil langkah seperti itu kita pemerinta daerah Bolmong akan mengikuti langkah tersebut. Tapi tidak menggugurkan izin perkebunan sawit yang sudah ada di bolmong, sebab izin tersebut sudah ada sebelum pak gubernur menjabat dan saya menjabat bupati”, jelas Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow. Kendati begitu, setiap keputusan atau peraturan, selalu mengandung diktum; jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, dapat ditinjau lagi dan dibatalkan.
Itu berarti, ada dua konsekuensi yang perlu ditempuh oleh pemerintah sebagai bentuk penolakan terhadap kelapa sawit. Meninjau kembali dan membatalkan ijin yang telah diterbitkan oleh pemerintahan sebelumnya. Dan tidak memberikan rekomendasi atau menerbitkan ijin yang baru bagi perusahan-perusahan kelapa sawit yang akan beroperasi di Sulut.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menghentikan sementara (moratorium) izin perkebunan kelapa sawit sebagaimana diatur lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Inpres ini berlaku sejak diterbitkan pada 19 September 2018 silam. Latar belakang lahirnya Inpres ini didasarkan pada keinginan pemerintah untuk meningkatkan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di seluruh Indonesia. Seluruh kementerian terkait diminta agar melakukan kajian matang dan komprehensif sehingga memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi lingkungan hidup. Kepala-kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten dan atau kota, dilarang untuk mengeluarkan ijin usaha perkebunan kelapa sawit. (*/Catatan ringan Lexi Mantiri)